Workshop Teen Journalist!
_
Pada
hari Sabtu, 22 September lalu, saya dan teman saya Rasid Hoirudin didaulat oleh
sekolah tercinta—SMA Negeri 103 Jakarta, sebagai perwakilan dalam menghadiri
Kelas Jurnalistik dan Fotografi yang diselenggarakan oleh Tabloid Warta Muda
(Tamu). Entah kenapa ada rasa bangga dalam diri saya.
Acara dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Kami didampingi oleh guru Bahasa Indonesia tercinta—Ibu Ratna. Kami meluncur dari sekolah pukul 07.00 WIB. Maklum, SMAN 103 terletak di wilayah Jakarta Timur, sedangkan acara Kelas Jurnalistik dan Fotografi TaMu berada di Gedung Kompas Gramedia yang notabenenya berada di wilayah Jakarta Barat. Dan… kami tersesat! Wah, mengingat hal tersebut saya jadi ingat sebuah lagu yang dinyanyikan oleh sebuah group band.
Timur ke barat, selatan ke utara tak kunjung aku temukan
Dari musim duren hingga musim rambutan, tak juga aku temukan
Oh Tuhan… inikah cobaan?
Ups, jadinya melantur deh, hehe. Kita lanjutkan ya. Setelah ‘puas’ tersesat, akhirnya kami pun sampai dengan selamat di Gedung Kompas Gramedia. Acara dimulai dengan sambutan-sambutan dari panitia acara tersebut. Kelas pertama adalah kelas jurnalistik yang dimeriahkan oleh jurnalis terkenal, Pak Arswendo Atmowiloto. Wah, saya kagum sekali dengan beliau. Banyak ilmu yang saya dapatkan dari beliau, antara lain cara menulis artikel dengan kreatif. Beberapa siasatnya adalah harus lebih rajin membaca, rajin mengamati kehidupan, dan berlatih menuliskan. Siap, deh, Pak!
Pak Arswendo juga memberitahu langkah-langkah dasar merumuskan media, antara lain masalah yang sifatnya do, ada juga masalah yang sifatnya don’t—tidak boleh dituliskan dalam media. Fase-fase langkah yang sebaiknya dilakukan adalah membuat dummy/ nomor contoh, membuat rencana pasti tema, mengadakan evaluasi, selalu cermat, dan merencanakan program atau judul lain.
Di sela-sela presentasi Pak Arswendo, saya berkenalan dengan teman baru. Namanya Lovie, Gusti, dan beberapa teman lainnya. Juga bermunculan teman-teman SMP saya, seperti Zahra, Riska dan Ole. Memang, disaat awal segalanya memang kaku. Namun, lambat laun kami akrab kembali. Tak terasa, Pak Arswendo telah selesai mempresentasikan materinya. Kami pun dipersilakan untuk beristirahat.
Pada waktu istirahat tersebut kami pun diberikan lunch dan coffee break. Nyam nyam. Perutku pun tersenyum setelah diisi. Sekali lagi aku mengedarkan pandang. Rasid sudah menghilang. Pasti dia sedang bersama Ole. Rasid memang jauh lebih akrab dengan Ole daripada denganku. Lovie dan Gusti juga sama-sama menghilang. Saat itu Ibu Ratna juga ada acara, jadi terpaksa pulang duluan. Aku pun makan sendirian.
Yeah! Istirahat selesai. Kelas tidak langsung dilanjutkan. Jadi, panitia TaMu mengadakan semacam doorprise. Hadiahnya bermacam-macam, dari goody bag sampai handphone senilai Rp 1.000.000,- Wow! Fantastis! Pemenang dilakukan dengan undian, tetapi ada juga yang pakai modal berani—Gangnam style! Kami sangat terhibur.
Oke, kelas pun dilanjutkan oleh Pak Arbain Rambey, seorang fotografer senior di Koran Kompas. Saya baru mengenal beliau pada saat acara ini, tetapi baru melihatnya saja saya sudah kagum. Pembawaannya sangat luwes, santai dan apa adanya. Tidak kaku.
Sama seperti Pak Arswendo, beliau juga mempresentasikan beberapa materi. Bedanya, kalau Pak Arbain mempresentasikan sesuatu yang berbau jurnalistik. Banyak pula ilmu yang saya dapat dari beliau. Banyak, lho, peristiwa-peristiwa yang telah beliau abadikan. Seperti tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004, konflik Sampang, kemacetan lalu lintas yang parah, dan maasih banyak peristiwa lainnya. Eiits, jangan meremehkan fotografer ya. Menjadi fotografer itu bukan hanya sekedar memotret. Bahkan, dalam memotret pun ada teorinya. Apalagi memotret untuk media massa. Seorang fotografer harus mempertimbangkan banyak hal dari berbagai sudut untuk menghasilkan sebuah foto yang menarik pembaca.
Pak Arbein memberikan kami trik bagaimana cara memotret yang baik, serta kamera yang paling baik dipakai saat bepergian, yaitu kamera DSLR karena selain bentuknya yang praktis, kualitasnya juga tidak kalah dengan kamera XLR. Beliau membeberkan berbagai kesalahan orang awam dalam memotret yang pada akhirnya akan membuat hasil foto tidak menarik. Sebagai contoh, sebagian besar orang selalu mundur jauh-jauh untuk berfoto dengan latar belakang sebuah bangunan terkenal. Nah, dengan posisi begitu, orangnya akan tampak kecil dan seakan tak berarti. Padahal, dalam berfoto dengan latar belakang tempat tertentu, pinggang ke bawah tidak harus ikut terpotret. Solusinya, dengan maju ke depan kamera tanpa mengubah posisi latar belakang, akan dihasilkan foto dengan kombinasi subjek dan latar belakang yang optimum. Luar biasa! Saya punya kenang-kenangan loh, dari Pak Arbein. Pak Arbein telah berbaik hati memberikan tanda tangannya di kaos saya! Waw… sesuatu, hehe.
Fiuuh… tidak terasa, Pak Arbein sudah menyelesaikan presentasinya. Setelah penjelasan berbagai materi oleh Pak Arbein, tibalah saatnya pengenalan Tabloid TaMu oleh Editorial and Business Manager TaMu, yaitu Pak Fred Mahatma TIS. Saya belum pernah membaca Tabloid Tamu, dan begitu diperkenalkan rubrik-rubriknya, saya langsung suka dengan Tabloid TaMu! Selain EYD-nya tidak berantakan, Tabloid TaMu juga membantu kita untuk tidak ketinggalan berita dalam mengikuti berita seputar event-event sekolah. Melalui update event, saya juga dapat memodifikasi yang telah ada untuk diaplikasikan pada acara di sekolah saya.
Aku melihat jam. Hemm… sudah pukul 16.00 WIB. Sertifikat juga sudah dibagikan. Acara pun selesai. Saya pun berpamitan pada Lovie.
Aku melihat ke luar kaca Gedung Kompas Gramedia. Waktu memang tidak terasa ya, cepat sekali, gumamku dalam hati. Aku pun pulang ke rumah dengan selamat—menaiki busway bersama Rasid, Ole dan Gusti!
Acara dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Kami didampingi oleh guru Bahasa Indonesia tercinta—Ibu Ratna. Kami meluncur dari sekolah pukul 07.00 WIB. Maklum, SMAN 103 terletak di wilayah Jakarta Timur, sedangkan acara Kelas Jurnalistik dan Fotografi TaMu berada di Gedung Kompas Gramedia yang notabenenya berada di wilayah Jakarta Barat. Dan… kami tersesat! Wah, mengingat hal tersebut saya jadi ingat sebuah lagu yang dinyanyikan oleh sebuah group band.
Timur ke barat, selatan ke utara tak kunjung aku temukan
Dari musim duren hingga musim rambutan, tak juga aku temukan
Oh Tuhan… inikah cobaan?
Ups, jadinya melantur deh, hehe. Kita lanjutkan ya. Setelah ‘puas’ tersesat, akhirnya kami pun sampai dengan selamat di Gedung Kompas Gramedia. Acara dimulai dengan sambutan-sambutan dari panitia acara tersebut. Kelas pertama adalah kelas jurnalistik yang dimeriahkan oleh jurnalis terkenal, Pak Arswendo Atmowiloto. Wah, saya kagum sekali dengan beliau. Banyak ilmu yang saya dapatkan dari beliau, antara lain cara menulis artikel dengan kreatif. Beberapa siasatnya adalah harus lebih rajin membaca, rajin mengamati kehidupan, dan berlatih menuliskan. Siap, deh, Pak!
Pak Arswendo juga memberitahu langkah-langkah dasar merumuskan media, antara lain masalah yang sifatnya do, ada juga masalah yang sifatnya don’t—tidak boleh dituliskan dalam media. Fase-fase langkah yang sebaiknya dilakukan adalah membuat dummy/ nomor contoh, membuat rencana pasti tema, mengadakan evaluasi, selalu cermat, dan merencanakan program atau judul lain.
Di sela-sela presentasi Pak Arswendo, saya berkenalan dengan teman baru. Namanya Lovie, Gusti, dan beberapa teman lainnya. Juga bermunculan teman-teman SMP saya, seperti Zahra, Riska dan Ole. Memang, disaat awal segalanya memang kaku. Namun, lambat laun kami akrab kembali. Tak terasa, Pak Arswendo telah selesai mempresentasikan materinya. Kami pun dipersilakan untuk beristirahat.
Pada waktu istirahat tersebut kami pun diberikan lunch dan coffee break. Nyam nyam. Perutku pun tersenyum setelah diisi. Sekali lagi aku mengedarkan pandang. Rasid sudah menghilang. Pasti dia sedang bersama Ole. Rasid memang jauh lebih akrab dengan Ole daripada denganku. Lovie dan Gusti juga sama-sama menghilang. Saat itu Ibu Ratna juga ada acara, jadi terpaksa pulang duluan. Aku pun makan sendirian.
Yeah! Istirahat selesai. Kelas tidak langsung dilanjutkan. Jadi, panitia TaMu mengadakan semacam doorprise. Hadiahnya bermacam-macam, dari goody bag sampai handphone senilai Rp 1.000.000,- Wow! Fantastis! Pemenang dilakukan dengan undian, tetapi ada juga yang pakai modal berani—Gangnam style! Kami sangat terhibur.
Oke, kelas pun dilanjutkan oleh Pak Arbain Rambey, seorang fotografer senior di Koran Kompas. Saya baru mengenal beliau pada saat acara ini, tetapi baru melihatnya saja saya sudah kagum. Pembawaannya sangat luwes, santai dan apa adanya. Tidak kaku.
Sama seperti Pak Arswendo, beliau juga mempresentasikan beberapa materi. Bedanya, kalau Pak Arbain mempresentasikan sesuatu yang berbau jurnalistik. Banyak pula ilmu yang saya dapat dari beliau. Banyak, lho, peristiwa-peristiwa yang telah beliau abadikan. Seperti tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004, konflik Sampang, kemacetan lalu lintas yang parah, dan maasih banyak peristiwa lainnya. Eiits, jangan meremehkan fotografer ya. Menjadi fotografer itu bukan hanya sekedar memotret. Bahkan, dalam memotret pun ada teorinya. Apalagi memotret untuk media massa. Seorang fotografer harus mempertimbangkan banyak hal dari berbagai sudut untuk menghasilkan sebuah foto yang menarik pembaca.
Pak Arbein memberikan kami trik bagaimana cara memotret yang baik, serta kamera yang paling baik dipakai saat bepergian, yaitu kamera DSLR karena selain bentuknya yang praktis, kualitasnya juga tidak kalah dengan kamera XLR. Beliau membeberkan berbagai kesalahan orang awam dalam memotret yang pada akhirnya akan membuat hasil foto tidak menarik. Sebagai contoh, sebagian besar orang selalu mundur jauh-jauh untuk berfoto dengan latar belakang sebuah bangunan terkenal. Nah, dengan posisi begitu, orangnya akan tampak kecil dan seakan tak berarti. Padahal, dalam berfoto dengan latar belakang tempat tertentu, pinggang ke bawah tidak harus ikut terpotret. Solusinya, dengan maju ke depan kamera tanpa mengubah posisi latar belakang, akan dihasilkan foto dengan kombinasi subjek dan latar belakang yang optimum. Luar biasa! Saya punya kenang-kenangan loh, dari Pak Arbein. Pak Arbein telah berbaik hati memberikan tanda tangannya di kaos saya! Waw… sesuatu, hehe.
Fiuuh… tidak terasa, Pak Arbein sudah menyelesaikan presentasinya. Setelah penjelasan berbagai materi oleh Pak Arbein, tibalah saatnya pengenalan Tabloid TaMu oleh Editorial and Business Manager TaMu, yaitu Pak Fred Mahatma TIS. Saya belum pernah membaca Tabloid Tamu, dan begitu diperkenalkan rubrik-rubriknya, saya langsung suka dengan Tabloid TaMu! Selain EYD-nya tidak berantakan, Tabloid TaMu juga membantu kita untuk tidak ketinggalan berita dalam mengikuti berita seputar event-event sekolah. Melalui update event, saya juga dapat memodifikasi yang telah ada untuk diaplikasikan pada acara di sekolah saya.
Aku melihat jam. Hemm… sudah pukul 16.00 WIB. Sertifikat juga sudah dibagikan. Acara pun selesai. Saya pun berpamitan pada Lovie.
Aku melihat ke luar kaca Gedung Kompas Gramedia. Waktu memang tidak terasa ya, cepat sekali, gumamku dalam hati. Aku pun pulang ke rumah dengan selamat—menaiki busway bersama Rasid, Ole dan Gusti!